Kelelawar
merupakan makhluk yang sangat menarik. Yang paling hebat dari kemampuannya
adalah kemampuannya yang luar biasa dalam penentuan arah.
Kemampuan mengindera tempat dengan gema pada kelelawar ditemukan melalui serangkaian
percobaan yang dilakukan oleh para ilmuwan. Mari kita simak lebih dekat
percobaan-percobaan tersebut untuk mengungkap rancangan yang luar biasa pada
makhluk ini.26
Pada
percobaan yang pertama, seekor kelelawar ditempatkan di sebuah ruangan yang
gelap gulita. Di satu sudut pada ruangan yang sama, seekor lalat ditempatkan
sebagai mangsa untuk kelelawar ini. Mulai saat itu, segala hal yang terjadi di
ruangan tersebut dipantau dengan kamera-kamera malam hari (night camera).
Begitu lalat terbang, kelelawar, dari sudut lain pada ruangan ini, dengan cepat
bergerak langsung ke tempat lalat berada dan menangkapnya. Melalui percobaan
ini, disimpulkan bahwa kelelawar tersebut memiliki indera yang sangat tajam
dalam hal kepekaan bahkan dalam kegelapan yang sempurna. Meskipun begitu,
apakah kepekaan kelelawar ini dikarenakan oleh indera pendengaran? Atau itu
karena ia memiliki penglihatan yang terang di malam hari?
Untuk
menjawab pertanyaan ini, percobaan kedua dilakukan. Pada suatu sudut di ruang
yang sama sekelompok ulat bulu diletakkan dan ditutupi di balik selembar koran.
Begitu dilepaskan, kelelawar tidak membuang-buang waktu untuk mengangkat
lembaran koran tersebut dan memakan ulat-ulat tadi. Hal ini membuktikan bahwa
kemampuan penentuan arah kelelawar tidak ada kaitannya dengan indera
penglihatan.
Para
ilmuwan melanjutkan percobaan mereka terhadap kelelawar: sebuah percobaan baru
dilakukan di lorong yang panjang, yang pada satu sisinya ada seekor kelelawar
dan di sisi lainnya sekelompok kupu-kupu. Di samping itu, serangkaian
dinding-dinding penyekat dipasang tegak lurus terhadap dinding ruangan. Di tiap
penyekat, ada satu lubang tunggal yang cukup besar bagi kelelawar untuk terbang
melewatinya. Akan tetapi, lubang-lubang ini ditempatkan pada titik berbeda di
setiap dinding penyekat. Dengan demikian, kelelawar harus terbang dengan jalur
berliku melaluinya.
Para
ilmuwan memulai pengamatannya segera begitu kelelawar dilepaskan ke dalam
kegelapan ruangan di lorong tersebut. Ketika kelelawar sampai pada penyekat
pertama, ia menentukan tempat lubangnya dengan mudah dan melewatinya dengan
baik. Hal yang sama terpantau di seluruh dinding penyekat: kelelawar terlihat
tidak hanya tahu di mana penyekat berada melainkan juga di mana tepatnya lubang
berada. Setelah melalui lubang terakhir, sang kelelawar pun mengisi perutnya
dengan tangkapannya.
Karena
terpesona dengan apa yang mereka amati, para ilmuwan memutuskan untuk melakukan
percobaan terakhir untuk memahami tingkat kepekaan penginderaan kelelawar.
Tujuannya kali ini adalah untuk menentukan batas kemampuan penginderaan
kelelawar lebih jelas. Sekali lagi, lorong panjang disiapkan dan kawat baja
bergaris tengah 3/128 inci (0,6 mm) digantungkan dari atap hingga lantai lorong
dan ditempatkan secara acak melaluinya. Semakin besar kekaguman para pengamat,
karena sang kelelawar menyelesaikan perjalanannya tanpa terantuk pada satu
hambatan pun. Daya terbangnya ini menunjukan bahwa kelelawar mampu menentukan
rintangan dengan ketebalan setipis 3/128 inci (0,6 mm). Penelitian setelahnya
mengungkapkan bahwa kemampuan penginderaan kelelawar yang luar biasa ini
terkait dengan sistem penentuan tempat dengan gema, yang dimilikinya. Kelelawar
memancarkan suara berfrekuensi tinggi untuk menentukan benda-benda di
sekitarnya. Pantulan suara ini, yang tidak terdengar oleh manusia, memungkinkan
kelelawar mendapatkan sebuah “peta” lingkungannya.27 Jadi, penginderaan kelelawar atas seekor lalat
dimungkinkan dengan suara yang dipantulkan kembali pada kelelawar dari lalat
tersebut. Kelelawar yang menentukan letak dengan gema ini mengingat setiap
gelombang suara yang keluar dan membandingkan yang asli dengan gema yang
kembali kepadanya. Waktu yang habis antara dikeluarkannya suara dengan
diterimanya gema yang datang memberikan penentuan yang tepat mengenai jarak
sasaran dari sang kelelawar. Sebagai contoh, pada percobaan ketika kelelawar
menangkap ulat-ulat di lantai, kelelawar mengindera ulat dan bentuk ruangan
dengan memancarkan suara bernada tinggi dan menentukan sinyal-sinyal yang
terpantul. Lantai memantulkan suara tersebut, sehingga kelelawar dapat
menentukan jaraknya terhadap lantai. Sebaliknya, ulat bulu berada sekitar 3/16
inci (0,5 cm) hingga 3/8 inci (1 cm) lebih dekat pada kelelawar dibandingkan
dengan lantai. Di samping itu, hal ini menambah waktu dan nantinya mengubah
frekuensi yang terpantau. Dengan cara inilah kelelawar mampu menentukan
keberadaan ulat bulu di lantai. Ia memancarkan sekitar dua puluh ribu gelombang
per detik dan mampu menelaah semua suara yang terpantul. Bahkan, ketika ia
menjalankan tugasnya, kelelawar itu sendiri pun terbang. Pemikiran yang seksama
atas semua kenyataan ini dengan jelas mengungkap rancangan yang hebat dalam
penciptaan mereka.
Sifat
lain yang menakjubkan dari sistem penentuan tempat dengan gema ini adalah
kenyataan bahwa pendengaran kelelawar telah tercipta sedemikian rupa sehingga
ia tidak dapat mendengar suara lain selain dari yang dipancarkannya sendiri.
Lebar frekuensi yang mampu didengar oleh makhluk ini sangat sempit, yang
lazimnya menjadi hambatan besar untuk hewan ini karena Efek Doppler.
Berdasarkan Efek Doppler, jika sumber bunyi dan penerima suara keduanya tak
bergerak (jika dibandingkan dengan benda lain), maka penerima akan menentukan
frekuensi yang sama dengan yang dipancarkan oleh sumber suara. Akan tetapi,
jika salah satunya bergerak, frekuensi yang diterima akan berbeda dengan yang
dipancarkan. Dalam hal ini, frekuensi suara yang dipantulkan dapat jatuh ke
wilayah frekuensi yang tidak dapat didengar oleh kelelawar. Dengan demikian,
kelelawar tentu akan menghadapi masalah karena tidak dapat mendengar gema
suaranya dari lalat yang bergerak.
Akan
tetapi, hal tersebut tidak pernah menjadi masalah bagi kelelawar karena ia
menyesuaikan frekuensi suara yang dikirimkannya terhadap benda bergerak seolah
sang kelelawar telah memahami Efek Doppler. Misalnya, kelelawar mengirimkan
suara berfrekuensi tertinggi terhadap lalat yang bergerak menjauh sehingga
pantulannya tidak hilang dalam wilayah tak terdengar dari rentang suara.
Jadi,
bagaimana pengaturan ini terjadi?
Di
dalam otak kelelawar, terdapat dua jenis neuron (sel saraf) yang mengendalikan
sistem sonar, satu di antaranya mengindera suara ultrasonik (suara di atas jangkauan pendengaran kita) yang
terpantul dan lainnya memerintahkan otot untuk menghasilkan jeritan untuk
membuat gema penentuan tempat. Kedua neuron ini bekerja dalam suatu kesesuaian
yang sempurna sehingga penyimpangan amat kecil pun dalam sinyal terpantul akan
memperingatkan sinyal berikutnya dan menghasilkan frekuensi jeritan senada dengan
frekuensi gema. Karenanya, nada suara ultrasonik kelelawar berubah menurut
lingkungannya untuk efisiensi sebesar-besarnya.
Mustahil
mengabaikan gelombang yang diperlukan sistem ini untuk menjelaskan teori
evolusi karena kebetulan. Sistem sonar pada kelelawar terlalu rumit sifatnya
sehingga tidak dapat dijelaskan oleh evolusi melalui mutasi acak. Keberadaan
semua bagian sistem secara serentak penting artinya agar dapat dimanfaatkan.
Kelelawar tidak hanya harus mengeluarkan suara bernada tinggi melainkan juga
memproses sinyal terpantul dan bermanuver serta menyesuaikan jeritan sonarnya
pada saat yang sama. Umumnya, semua ini tidak dapat diterangkan dengan
kebetulan dan hanya bisa menjadi suatu pertanda pasti tentang betapa
sempurnanya Allah menciptakan kelelawar.
Penelitian
ilmiah lebih jauh mengungkap contoh-contoh baru keajaiban pada penciptaan
kelelawar. Melalui setiap penemuan baru yang menakjubkan, dunia ilmu
pengetahuan mencoba memahami bagaimana sistem ini bekerja. Sebagai contoh,
penelitian baru terhadap kelelawar telah memberi temuan yang amat menarik dalam
tahun-tahun belakangan.29 Beberapa
Ilmuwan yang ingin menguji sekelompok kelelawar yang tinggal di suatu gua,
memasang pemancar pada beberapa anggota kelompok. Kelelawar-kelelawar diamati
ketika meninggalkan gua di malam hari dan makan di luar hingga fajar. Mereka
menemukan bahwa beberapa kelelawar melakukan perjalanan sejauh 30-45 mil (50-70
kilometer) dari gua tersebut. Temuan yang paling mengherankan adalah mengenai
kepulangannya, yang dimulai sesaat sebelum matahari terbit. Semua kelelawar
terbang pulang dalam garis lurus ke gua masing-masing dari mana pun mereka
berada. Bagaimana kelelawar dapat mengetahui di mana dan sejauh mana keberadaan
mereka dari gua asal mereka?
Kita
masih belum mempunyai pengetahuan yang terperinci tentang cara mereka menemukan
jalan pulang. Ilmuwan tidak meyakini sistem pendengaran memiliki dampak besar
atas perjalanan pulang. Mengingat kelelawar sepenuhnya buta cahaya, para
ilmuwan berharap menemukan suatu sistem lain yang mengejutkan. Pendek kata,
ilmu pengetahuan terus mencari keajaiban baru mengenai penciptaan kelelawar.